BerandaDaerahKisah Hidup Vanda Atlit Sulut Peraih Emas, Pikul Kelapa Bantu Keluarga hingga...

Kisah Hidup Vanda Atlit Sulut Peraih Emas, Pikul Kelapa Bantu Keluarga hingga Pamitan ke Makam Ayah Sebelum Berangkat PON Kudus

Kolose foto Vanda Sandinganeng bersama sang ibu dan kaka ya serta ponakan saat ziarah ke makam sang almarhum ayah. foto lain: memegang medali emas PON Beladiri Kudus.

MANADO — Di balik gemerlap panggung Pekan Olahraga Nasional (PON) XXI 2025 di Kudus, Jawa Tengah, tersimpan kisah haru seorang atlet muda Sulawesi Utara yang berjuang bukan hanya di arena pertandingan, tapi juga dalam perjalanan hidupnya.

Dialah Vanda Sandinganeng, atlet cabang olahraga sambo yang berhasil mengharumkan nama daerahnya dengan meraih medali emas untuk kontingen Sulut.

Sebelum berangkat menuju ajang bergengsi tersebut, Vanda sempat melakukan satu hal yang penuh makna — ziarah ke makam almarhum sang ayah, alm. Maxi Meky Sandinganeng di Desa Kawangkoan, Minahasa Utara.

Di makam sang ayah, dengan hati yang penuh haru, ia menunduk dan memanjatkan doa, memohon restu serta kekuatan dari sosok yang dulu menjadi sumber semangat dalam hidupnya.

“Malam habis latihan dia (Vanda) memaksakan diri pergi ke makam ayahnya. Dia pamitan dan mohon doa restu mau berangkat ke PON Kudus. Subuhnya dia berangkat,” cerita Allin Manoppo, tetangga dekat Vanda seperti diutarakan ibunda Vanda, Selvie Budiman.

“Dia sempat berdoa lama di sana, minta restu agar bisa bertanding dengan baik,” tutur Allin dengan suara bergetar sambil meneteskan air mata usai mendengar kabar kemenangan sang juara.

Vanda dikenal sebagai sosok yang hidup sederhana dan pekerja keras. Sejak kecil, ia membantu orang tuanya mencari nafkah bahkan sering memikul kelapa untuk dijual atau dibuat kopra sampai bekerja serabutan demi membantu ekonomi keluarga. Namun di balik kesederhanaan itu, tekad dan semangatnya untuk berprestasi tak pernah surut.

Vanda, yang dibina sejak kecil usia 9 tahun di Dojang BSG-TC Manado di bawah arahan SabeumNim Stenly Pangalila kemudian dia mengeksplorasi ilmu beladirinya dengan bergabung di Camp Brave MMA Sulut asuhan Willy Mangune, dikenal bukan hanya karena kemampuannya bertarung, tetapi juga karena kerendahan hati dan ketekunannya.

Selalu menyapa orang yang dia kenal, tidak irit senyum jika berpapasan dengan siapa saja. Bagi sebagian orang tua atlet Taekwondo Dojang BSG-TC, sosok Vanda adalah contoh nyata bahwa kerja keras dan kesederhanaan serta tidak sombong bisa mengantarkan seseorang menuju puncak prestasi.

“Kami tahu betul bagaimana perjuangan Vanda. Dulu dia sering cerita, kalau selesai latihan suka bantu orang tuanya pikul kelapa untuk dijual. Anak yang seperti itu luar biasa. Tidak gengsi, tidak manja, tapi tetap semangat berlatih,” ungkap Allin.

Senada dikatakan salah satu orang tua atlit BSG-TC, Indri Ahad Marditha. “Vanda itu anak yang sederhana, tidak pernah sombong walau sudah sering juara. Sekarang dia buktikan bahwa dari hidup yang penuh perjuangan pun bisa lahir juara sejati. Anak-anak kami menjadikannya panutan,” tambah ibunda atlit BSG-TC, Gabriel Sanggasi yang juga masih tetangga dekat Vanda di Kelurahan Malendeng, Kecamatan Paal Dua, Manado.

Kisah Vanda menjadi cerminan perjuangan banyak atlet muda daerah Bumi Nyiur Melambai yang bertarung bukan hanya di arena, tapi juga dalam kehidupan sehari-hari.

Vanda menyeimbangkan antara bela diri dan membantu keluarga, adalah sesuatu yang jarang bisa dilakukan dengan konsisten. Apalagi dia kini hidup hanya bersama ibunya dan kakak laki-laki satu-satunya, Julio Sandinganeng serta ponakan yang masih kecil setelah ditinggal pergi sang ayah.

“Kalau lihat dia sekarang berdiri di podium PON, kami semua ikut menangis bangga. Karena kami tahu emas itu bukan sekadar hasil pertandingan, tapi hasil dari kerja keras, doa, dan pengorbanan,” timpal Allin.

Kisah kesuksesan Vanda mengharumkan Sulut dengan perolehan medali emas di PON Beladiri Kudus benar-benar menyimpan kisah inspiratif yang menyentuh hati.

Di balik gemerlap podium dan sorak kemenangan di PON Beladiri Kudus, tersimpan perjalanan hidup seorang gadis sederhana yang pernah memikul kelapa dan membantu orang tua mencari nafkah sebelum dikenal sebagai atlet berprestasi.

Namun dengan ketekunannya dalam berlatih membuahkan hasil manis. Di arena PON cabang bela diri Kudus, Vanda tampil penuh percaya diri, menundukkan lawan-lawannya hingga akhirnya mempersembahkan medali emas pertama bagi Sulawesi Utara.

“Semua ini untuk orang tua, terutama untuk almarhum papa. Saya yakin beliau bangga di atas sana,” ungkap Vanda dengan mata berkaca-kaca. Dalam tubuh Vanda diketahui memang mengalir darah atlet beladiri dari alm ayahnya yang diketahui seorang atlit tinju.

Makanya bagi Vanda, alm ayahnya adalah sumber inspirasi. Sejak kecil berlatih Taekwondo sering menemaninya di dojang hingga selesai latihan. Bahkan sebelum ayahnya menghembuskan nafas terakhir pada Maret 2024 lalu masih sempat mengantar dirinya ke Dojang Taekwondo BSG.

“Terimakasih Papa. Anakmu sekarang sudah berada di titik ini. Itu semua berkat papa yg sering mengajar Vanda tekun berlatih keras jika ingin jadi atlit bela diri berprestasi,” cerita Vanda.

Keberhasilan Vanda ini bukan hanya menjadi kebanggaan bagi Sulut, tetapi juga menjadi inspirasi bagi banyak anak muda bahwa kesederhanaan bukanlah penghalang untuk meraih prestasi besar.

Dengan doa, kerja keras dan ketulusan, langkah Vanda di arena PON Kudus menjadi bukti nyata bahwa mimpi bisa dicapai asal tak pernah menyerah.

Kini, setelah mengukir sejarah dengan medali emas di PON Beladiri Kudus, Vanda kini menjadi atlet beladiri diperhitungkan di Sulut.

Meski demikian, seorang Vanda Sandinganeng tetap tampil rendah hati. Dalam setiap langkahnya, ia membawa pesan bahwa keberhasilan sejati lahir dari kesederhanaan, ketekunan dan cinta pada keluarga. [anr]

- Advertisment -